Injil hari ini memberi kita kesempatan untuk merenungkan pribadi Yesus dan makna mesianisme-Nya. Kerangka acuan dimulai dari pengakuan Yesus sebagai Mesias di tengah pelayanan-Nya di luar Galilea: “Kata orang, siapakah Aku ini?”, yang kemudian ditanggapi oleh Petrus
Injil menyebutkan, pada tanggapan pertama para murid, bahwa Yesus diidentifikasikan dengan salah satu nabi. Dalam Yudaisme ada kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Perjanjian Lama, seperti Elia atau nabi lainnya, masih hidup dan, berkat ini, mereka dapat dimintai bantuan. Di sisi lain, Petrus menyatakan pada pertanyaan yang sama bahwa Yesus adalah “Mesias”. Namun, Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk tidak menyebarkan berita tersebut, hingga kemudian Ia menjelaskan arti atau makna mesianisme-Nya. Dan di sinilah Petrus tidak mengerti.
Reaksi Petrus, yang menyangkal penjelasan Yesus tentang takdirnya, cukup mengejutkan. Yesus menyatakan bahwa Ia harus menderita, bahkan mengalami kematian di tangan otoritas Yahudi. Tentu saja, mesianisme ini pecah dengan logika kemenangan, yang mungkin, diharapkan Petrus dari proyek pembebasan Yesus. Jelas, reaksi Petrus adalah wajar, karena ada gagasan tentang kemenangan yang tersirat dalam konsepsi Yudaisme Perjanjian Lama tentang Mesias.
Selanjutnya, nasib Sang Guru akan sangat berdampak pada murid-murid-Nya, sehingga Petrus bingung dengan penjelasan tentang nasib dan kematian Yesus. Petrus akan memiliki cukup alasan untuk menentang gagasan seorang “mesias” yang harus diserahkan kepada otoritas Yahudi untuk dieksekusi, karena mungkin dia saja bisa mengalami nasib yang sama seperti Yesus.
Kecaman Yesus terhadap pandangan Petrus sebagai “setan” (yang membawa pencobaan), merupakan musuh Tuhan yang harus diusir dari pikiran Petrus. Tentu saja, mesianisme Yesus tidak sesuai dengan model militer-Daud. Ini benar-benar berbeda. Proyek pembebasannya melewati salib, melalui tanda orang-orang yang terpinggirkan dan termaginalkan di dunia ini, sebuah tanda yang menempatkan Dia di posisi yang kalah dan korban sejarah.
Dengan mengingat hal ini, marilah kita bertanya pada diri kita sendiri: gambaran Yesus seperti apa yang kita miliki dalam pengalaman iman kita; gambaran Petrus di sisi yang berkuasa, atau gambaran Kristus yang menderita, Pembela mereka yang dikucilkan dari sejarah? (Diterjemahkan dari buku Bíblico 2021: Para Unir Mejor La Vida y La Biblia)