Udara siang ini tak terlalu panas, sebab awan terlihat murung dan angin juga menggoda setiap sudut dari arahnya. Ketika sore tiba, aku yang baru bangun dari tidur siang langsung menyeduh kopi dan duduk di teras depan sambil merokok. Aku mengutak-atik HP untuk melihat pesan yang masuk dari WA. Ternyata Fr. Jon sudah beberapa kali menelepon aku, tapi aku tak tahu sebab ketiduran.
“ Kris….. malam jadi datang ko? Supaya b bisa siap snack,” pesannya karena aku tak mengangkat Telpon.
“ Aduh, maaf saya baru balas Fr. Tadi saya tidur siang ko ini baru bangun. Iya jadi Fr,” balasku pada nya
Memilih untuk ikut tes masuk di Kongregasi Putra-Putra Hati Tak Bernoda Maria bukan sekedar asal ikut saja. Aku telah memikirkan pilihanku ini dengan matang beberapa hari ini. Tapi terkadang aku berpikir untuk menggagalkan niatku ini sebab terkadang aku merasa minder dengan semua sikapku yang sedikit amburadur. Namun di satu sisi aku tetap ingin terus melangkah karena aku merasa sudah cukup untuk masa nakalku. Kini saatnya aku berbenah diri. Tiba-tiba aku terkejut dengan bunyi alaram yang menunjukan pukul 17.00. Sudah saatnya untuk mandi dan menuju biara. Aku beranjak dari tempat duduk, meninggalkan kopi yang masih tersisa di gelas. Aku bersiap diri menuju Novisiat Claret Benlutu.
Sesampainya di Novisiat aku harus menunggu sekitar 30 menit karena mereka sedang Ibadat Sore. Aku memutuskan untuk duduk di bangku di bawah pohon Lengkeng. Tak lama kemudian mereka keluar dari kapela. Ibadat sore selesai. Aku sedikit agak malu-malu dengan para Frater Novis sebab aku tak terlalu akrab dengan mereka. Ku lihat dalam remang-remang sosok tubuh berbadan kurus, jalannya tegak, dan tingginya sekitar 160 mendekat. Aku langsung tahu siapa dia sebab dari cara jalannya saja sudah tentu itu Fr. Jon, CMF.
“Selamat malam Usi,” aku menyapa. Kata “Usi” adalah kata yang berasal dari Bahasa Dawan yang berarti Tuhan atau Tuan. Sebutan Usi yang kugunakan untuk menyapa Fr. Jon lebih tepatnya bermaksud “Kaka”.
“Iy selamat malam. Datang deng sapa?” jawabnya sambil kembali bertanya.
“Sendiri sha Fr,” balasku.
“ Oh….. Na mari katong masuk ko makan dolo. Setelah itu baru katong pi ruang komputer ko lu kerja soal,” ajak Fr. Jon. Tapi perutku sudah penuh terisi.
“Ai…. Fr, Beta mas kinyang ni.. tadi datang beta makan memang na. biar b tunggu di sini sa. Kalo ada kopi na biar beta minum kopi sha sambil merokok, di sini.” Jawabku padanya.
“Oh.. na tunggu Saya beritahu Karyawati ko buat kopi. Tunggu eww..” jawabnya sembari masuk ke dalam.
Tak selang berapa lama ia kembali membawa segelas kopi dan juga snack jagung goreng. Aku menikmati snack dan kopi yang disediakan sambil menikmati angin malam yang berhembus pelan. Sunyi dan syahduh. Jauh dari kebingisan kendaraan dan polusi udara, Novisiat Claret Benlutu sangat hijau dan sejuk. Jika malam berteman, nyanyian jangkrik menemani menyanyikan pujiannya. Dalam keadaan sunyi dan tenang sambil menikmati kopi, semangatku kian menggebuh-gebuh dalam sanubariku. Ingin rasanya mereka selesai makan dan aku langsung mengerjakan soal tes.
Bintang-bintang berkilau di atas hamparan langit yang membentang luas. Tak ada unjungnya. Kerlap-kerlipnya mengingatkan aku akan kisah ketika aku mambaringkan kepala di pangkuan Ayah sambil melihat bintang. “ bintang yang paling terang itu, adalah orang yang kita sayang” begitu kata ayah setiap malam ketika ia menasehatiku agar rajin berdoa, bekerja, dan belajar…. “Ahhh…… ayah itukah dirimu. Aku rindu dirimu. Kini tinggal nama dan foto di nisan putih itu… restuilah niatku ini…” kataku dalam hati saat bintang yang bersinar terang itu tersenyum padaku.
“Kermana mau tambah kopi atau kita langusung ke ruang komputer?” suara Fr. Jon membuyarkan lamunanku tentang bintang yang terang itu.
“Cukup shu, katong langsung pi ruang komputer ko b kerja soal,” jawabku penuh semangat.
“Ok. Gas…”
Sesampainya di ruang komputer, Fr. Jon menyodorkan tiga jilid soal masing-masing dengan petunjuknya. Setelah menerima soal dari Fr. Jon, aku duduk menenangkan diri sebentar dan Fr. Jon keluar dari ruangan meninggalkan aku sendiri. “ Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. AMIN” aku memulai dengan Doa sebelum lembar soal kubuka. Baru saja membuka lembar soal, kepalaku langsung terasa pusing melihat soal yang diberikan. Aku berpikir bahwa soalnya seperti yang aku dapatkan di Sekolah, ternyata soalnya berbeda. Tak ada matematika, fisika, kimia, biologi, tik, dan tak ada pelajaran olahraga yang ditanyakan. Soalnya terlihat gampang sebab hanya mencocokkan gambar, namun ketika dikerjakan aku sedikit kewalahan. “Aduhh…. Untung bukan soal Matematika, fisika, deng Kimia. Kal sonde sebelum lulus b shu undurkan diri” kataku dalam hati.
Perlahan namun pasti pena menari-nari di atas lembara kerja. Menguras otak untuk meneliti setiap soal dan melingkari pilihan jawaban pada lembar tes. Berusaha sebisa mungkin agar fokus mengerjakan soal. Jarum jam terus berputar, saling berkejaran satu sama lain. Hening dalam kesendirian membuat aku berkonsentrasi penuh dalam menilti setiap soal. Satu persatu soal bergambar aku coba untuk kucocokkan. Beberapa kali Fr. Jon masuk untuk menengok aku sebentar lalu keluar lagi. Setelah lama menguras kemampuan berpikir, pena berhenti pada soal yang terakhir. Kutundukkan kepala, sekali lagi aku meminta bantuan Roh Kudus dalam hati. Ku hembuskan nafas panjang lalu melingkarai pilihan jawaban “E”. “Akhirnya selesai juga” kataku dalam hati. Sebelum beranjak keluar dari ruangan komputer, kuakhiri dengan Doa dan langsung keluar membawa hasil yang telah kukerjakan dan menyodorkannya ke Fr. Jon yang sedang menunggu di ruang telivisi.
“20.00-22.45… waktu yang cukup banyak. Su buat Be duduk tunggu sampe mengantuk, baru sonde lulus, maka sa blok nomor WA,” katanya sedikit bercanda. Namun setiap kata yang keluar dari mulutnya selalu menjadi satu ketakutan tersendiri bagi diriku.
“Ahahahahh……. Bantu Sa dengan doa to Usi. Sa lihat soal gampang shaa, ma pas kerja te hmmm… karingat halus,” balasku.
“Makanya jangan menilai hanya dari apa yang lihat tanpa lu lakukan. Lakukan dolo baru lihat setelah itu beri penilaian,”
“Wis… ngeri jhu in kata-kata”
“Itu yang Dedy Corbuzier omong”
“Hmmm… b pikir buat sendiri,” aku tertawa halus.
Aku dan Fr. Jon masih terus bercerita sambil minum kopi yang disuguhkan. Banyak yang kami bicarakan. Mulai dari tentang Kongregasi Claretian hingga percintaan. Ketika ditanya tentang hubunganku dengan Dhevy, aku selalu mencari topik pembicaraan lain sehingga tak perlu kujawab pertanyaan itu. Setelah selesai dengan Kopi dan Cerita ngawur, akupun pamit pulang.
Langkah kakiku terasa ringan melewati jalan yang sepi. Maklum sudah pukul 24.00 malam sekarang. Ketika melintas ada beberapa anjing peliharaan warga yang menggonggong, aku segera bernyanyi agar warga tak mengira yang aneh-aneh. Setibanya dirumah aku langsung masuk ke rumah, ke dalam kamar dan tertidur.
Kini aku hanya perlu untuk fokus pada kegiatan pembelajaran dan tugas dari sekolah sembari menunggu kabar dari Fr. Jon tentang hasil tes yang telah kulakukan. Kini aku pasrahkan semua rencana yang telah kurangkum ke dalam tangan Tuhan, berharap Ia mendengar dan menjawab doa-doa yang kulantunkan setiap malam. Hari ini, di sore hari ketika ku sedang duduk menikmati senja yang mulai tenggelam aku dikagetkan dengan suara yang begitu kukenal…. Yahhh tentu Dhevy yang menyapa sembari membawa plastik berisi makanan ringan.
“Selamat sore Ka. Ada buat apa?” serunya ketika mendekat.
“Sore Nona… duduk sha sambil merokok. Wisss tumben datang rumah bawa makanan ringan,” jawabku.
“Iy. Tadi pas datang be niat mau makan makanan ringan je beli shu ma. Ini, B ada beli deng roko ju,” balasnya sambil menyodorkan plastik putih penuh makanan ringan dan sebungkus rokok.
“Tumben mau beli kas B roko. Biasanya pelit mati kal B minta tuk beli,” godaku.
“Terima ko isap sa jang tal banyak omong. Sonde bersyukur na mas komat-kamit le. Sonde mau na sini ko B pi tukar deng ale-ale sha,” balasnya ketus dengan pipi bak merah jambu. “Oiya.. kemarin malam dengan Fr. Jon kerja apa sha? Sampe b telpon jhu sonde angkat ni,”
“Eww sonde terlalu sibuk jhu, mari katong masuk pi dalam sha baru bacerita. Dingin di sini,” balasku untuk sedikit menyembunyikan rasa takut di hati…. Kami meninggalkan bale-bale dan masuk ke rumah.
Bersambung…..