**
Menjelang bulan Desember, di setiap sudut kota Kupang selalu dihiasi dengan mekarnya bunga sepe. Bunga indah berwarna kuning kemerahan ini, menambah nuansa kota karang kian romantis. Muda mudi mengabadikan dalam rupa rupa bentuk dengan latar bunga sepe. Pohon besar dengan bunga yang indah ini memang primadona menjelang natal dan tahun baru.
Regia, gadis remaja kelas XII salah satu SMA negeri di kota Kupang adalah pecinta bunga sepe. Bunga yang bernama Latin Delonix regia, ini memberi banyak arti dalam hidupnya. Ia menyambung hidup bersama ibunya dengan memulung bunga sepe setiap tahunnya. Profesi ini sudah geluti sejak usianya tujuh tahun. Saat itu pula ia harus berpisah dengan ayahnya yang merantau ke Kalimantan. Sudah 12 tahun Ayahnya tak pulang. kabar terakhir adalah malam natal delapan tahun lalu. Ayahnya tak kunjung pulang, seakan lupa akan keluarga yang ditinggalkannya. Regia bersama ibunya hidup ditindih kemelaratan. Hati Regia kalut dan galau. Ia harus mengumpulkan rupiah demi sesuap nasi dan sesuap mimpi. Tahun ini ia sedikit bersedih hati, karena bunga sepe mekar lebih awal, sedang Desember baru saja menyembul. Namun itu tidak mematikan semangatnya untuk berjuang, “aku harus semangat. Aku butuh banyak uang untuk kuliahku nanti, aku butuh banyak uang untuk baju natal ibu, aku juga butuh banyak uang untuk menjemput ayah pulang. Aku yakin, aku bisa”
Suatu pagi di hari Senin, seperti hari-hari biasanya, Regia bergegas memungut bunga sepe yang masih segar berguguran. Pagi adalah kesempatan memungut sepe yang tepat. Masih segar dan tentu saja aromanya bikin adem. Pagi itu Ia memungut bunga sepe dengan seragam sekolah. Ia ingin menjualnya sepulang sekolah. Sudah seminggu ia tak ke sekolah. Iapun tak mendapat informasi kegiatan apapun di sekolah.
Dua minggu yang lalu Regia harus rela menadah amarah gurunya akibat terlambat ke sekolah. Sudah seminggu pula ia tak masuk. Sembari memungut bunga sepe, air mata Regia berlinang. Regia terlarut dalam lamunan penuh harap , ” semoga rezekiku bertambah. Tuhan Yesus, aku ingin Natal bersama ayah. Tolong bawa ayah kembali ke pelukan aku dan ibu. Aku ingin merasakan Natal bersama mereka. Rinduku telah kering, aku hanya mengharapkan rupa penyejuk rinduku itu datang”
“Regia ..” sapa suara lelaki di belakang regia, yang ternyata adalah teman kelasnya
“Aldo ?, Ada apa ?, sejak kapan kamu disini”
“Ujian telah dimulai setengah jam yang lalu. Bergegaslah bersamaku”, kata Aldo sambil membantu Regia membereskan bunga sepe. Keduanya berboncengan dengan motor Aldo ke sekolah.
Usai ujian, Regia dimarahi habis-habisan oleh ibu Sherly, wali kelas Regia “Kenapa akhir-akhir ini kamu terlambat ? kamu sudah bosan sekolah ? atau kamu merasa sudah pintar ? Aku harus menanggung malu karena dicela oleh guru-guru yang lain. Kenapa hanya anak waliku yang selalu terlambat ke sekolah ?. Mau jadi apa kamu nanti ?”
“Maafkan aku ibu, aku terlambat bukan karena kesengajaan ku”
“Pergilah,. Jika besok kamu masih terlambat, kamu harus keluar dari sekolah ini”
Iapun mengikuti ujian dengan tergesa-gesa. Pikirannya kacau. Satu-satunya yang ia pikirkan adalah bagaimana bunga sepe yang masih tergantung di motor Aldo dapat terjual sore nanti di pasar Penfui.
Pukul 11.30 bel berbunyi. Ujian selesai. Hati Regia girang ria. Ia buru-buru menyusul Aldo yang telah lebih dulu keluar kelas.
Samar-samar ia mendengar suara Aldo. Tampaknya Aldo terlibat perdebatan dengan ibu Sherliana.
“Ibu, Regia seorang pemulung bunga sepe. Dia harus mengais rezeki untuk menyambung hidup bersama ibunya. Dia harus memungut bunga sepe sebelum ke sekolah, karena pagi adalah waktu terbaik mendapatkan bunga sepe segar yang gugur. Sepulang sekolah ia harus menjualnya, bisa saja sampai malam. Aku rasa seorang wali kelas perlu mengetahui kondisi setiap anak walinya” sanggah Aldo
Mendengar itu, ibu Sherly merasa batinnya terluka.
Raut wajahnya berubah. Ada penyesalan.
Tiba-tiba Regia muncul dari balik pintu. Ibu Sherly bangkit berdiri. Segera ia merangkul Regia , meminta maaf, dan meminta Regia menceritakan segalanya.
Regia pun menceritakan semuanya.
Regia dan Aldo sumringah dan bahagia. Mereka pun bergegas dan segera menuju pasar Penfui sebab bunga-bunga Sepe telah menanti dengan aroma yang adem.
Semenjak momen itu, Regia mendapatkan perhatian dari sekolah dan direkomendasikan untuk mendapatkan beasiswa dari sekolah dan beberapa instansi terkait. Ibu Sherly juga menyempatkan diri untuk mengunjungi Regia dan Ibu Sherly juga berusaha membantu Regia untuk mendapatkan informasi tentang ayahnya melalui kawannya bernama Harry di Kalimantan, seorang pemilik perkebunan kelapa sawit yang memperkerjakan buruh migran dari NTT.
…..
“Terimaksih Aldo. Mekarnya bunga sepe menjadi pertanda mekarnya senyum setiap orang. Begitupun Dengan senyumku. Dulu aku hanya memandang bunga sepe sebagai bunga rezekiku. Tapi kini aku mendapatkan lebih. Bunga cinta. Bunga yang kau tanam dan rawat dalam hidupku” kata Regia kepada Aldo kala senja menyapa di lorong-lorong pasar Penfui.
Bunga-bunga Sepe laris terjual. Langkah dan beban Regia sedikit berkurang.
Kini regia bahagia, ia tinggal menahan sabar menunggu kepulangan ayahnya. Regia berharap tidak ada lagi Regia-Regia lainnya yang harus terpisah dengan keluarga. Terpisah karena kemelaratan di dalam rahim sendiri. Regia juga berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan pembangunan SDM bukan hanya fokus pada pembangunan infrastruktur. Pembangunan Jalan dan got-got sering kali mengorbankan pohon-pohon Sepe. Pohon cinta Regia. Sekiranya lapangan pekerjaan bisa disediakan untuk keberlangsungan hidup anak-anak negeri maka tak ada lagi yang tergiur bujuk rayu Mafia buruh migran kelapa Sawit.

Tinggalkan Komentar post